Regulasi emisi Euro IV atau Uji Emisi sudah mulai diberlakukan sejak 2018 lalu. Mulai diwacanakan sejak 2012, aturan emisi Euro IV dikeluarkan melalui Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O atau yang lebih dikenal dengan Standar Emisi Euro IV.
Pemerintah mencanangkan standar uji emisi ini karena ingin memiliki komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020 mendatang yang ketika itu diungkapkan pada pertemuan di Pittsburgh 2009 lalu. Selain itu, indonesia berusaha mengejar ketertinggalan dari negara lain di mana sudah menerapkan standar Euro IV bahkan sampai Euro VI.
Standar Emisi Euro IV
Apa itu standar emisi Euro?
Bagi yang belum paham apa itu standar emisi Euro, ini adalah standar yang digunakan negara Eropa untuk kualitas udara di negara Eropa. Semakin tinggi standar Euro yang ditetapkan maka semakin kecil batas kandungan gas karbon dioksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, volatile hydrocarbon, dan partikel lain yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungan.
Untuk Euro IV sendiri kandungan nitrogen oksida pada kendaraan berbahan bakar bensin tidak boleh lebih dari 80 mg/km, 250 mg/km untuk mesin diesel, dan 25 mg/kg untuk diesel particulate matter.
Lantas apa saja yang perlu disiapkan untuk mengikuti standar Euro IV? Salah satunya adalah kualitas bahan bakar, dalam hal ini menjadi tugas Pertamina untuk memenuhi standar BBM untuk mesin Euro IV. Untuk produsen otomotif, sebenarnya tidak ada masalah sebab mesin produksi mereka sudah diekspor ke mancanegara yang memiliki standar emisi lebih tinggi.
Untuk memenuhi standar emisi negara-negara tersebut, desain mesin dibuat lebih rapat dan ditambahkan alat Catalytic Conventer untuk pembakaran bahan bakar lebih sempurna dan gas buang sesuai standar. Bagaimana dengan yang di Indonesia?
Semua produsen sudah siap dan memproduksi kendaraan berstandar emisi Euro IV. Namun ada beberapa model yang belum bisa mengikuti kebutuhan standar emisi tersebut.
Salah satunya seperti diungkapkan Suzuki pada Oktober 2018 dimana produknya Carry Futura masih menggunakan mesin Euro II. Pihak Suzuki sempat mengajukan perpanjangan untuk menggunakan mesin yang masih ada yakni G15A hingga Maret-April 2019.
Suzuki mengungkapkan produk yang merupakan joint production dengan Mitsubishi Colt T120SS ini terkendala investasi dan waktu untuk menjadikan mesin Euro IV. Mesin yang sudah digunakan 25 tahun ini butuh pengetesan menyeluruh yang membutuhkan dana. Padahal di sisi lain, Suzuki sudah punya mesin 1.5 L yang lebih baru.
Bagi industri otomotif sendiri, penerapan Euro IV cukup membawa pengaruh positif terutama dalam hal produksi kendaraan di pabrik. Standar emisi yang sama membuat lini produksi memproduksi satu jenis kendaraan dan lebih memaksimalkan produksi dibandingkan dulu dengan standar Euro II untuk sebagian lini produksi.
Dampak Emisi Euro
Beberapa model pada awal tahun 2019 sudah memutuskan untuk berhenti produksi. Mitsubishi misalnya, per Januari 2019 sudah menghentikan produksi Colt T120SS di pabriknya di Pulo Gadung.
Meski tidak mengungkapkan alasan apa yang mendasari penutupan tersebut, dari gambaran alasan Suzuki, standar emisi Euro IV bisa jadi penyebabnya. Sambil menunggu langkah yang akan dikeluarkan Suzuki terkait pengganti Carry Futura, Mitsubishi menghentikan produksi mobil komersial yang sudah dibuat sejak 1997 dan dibuat sebanyak 324.960 unit.
Jika Colt TS120SS berhenti produksi, kemungkinan besar Suzuki Carry Futura juga melakukan hal yang sama. Namun melansir dari Kompas.com, informasi yang beredar Suzuki tengah mempersiapkan All New Carry yang akan dikenalkan untuk menggantikan produk yang terjual 39.043 unit di 2018 tersebut.
Produk lainnya adalah Isuzu Panther yang juga akan berhenti diproduksi. Isuzu sempat mengungkapkan tengah mempersiapkan pengembangan dari MPV tersebut dengan blueprint Panther di 2016, namun dengan tren MPV medium yang sedang menurun dan beralih ke SUV serta regulasi Euro IV mereka berpikir ulang untuk menghadirkan pembaruan Panther.
Jadi wajib, ini dampak kendaraan tak uji emisi
Terkait penerapan Emisi Euro IV sejak 2018, kini uji emisi untuk mobil dan sepeda motor pribadi diperketat di Jakarta, lewat terbitnya Pergub Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Ini merupakan kelanjutan dari Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta nomor 66 tahun 2019, untuk percepatan pelaksanaan pengendalian kualitas udara khususnya di Ibu Kota.
Jadi berdasarkan beleid tersebut, mewajibkan setiap mobil dan sepeda motor pribadi dengan usia 3 tahun untuk uji emisi gas buang, dan lulus ambang batas emisi.
Sejak diundangkan pada 23 Juli 2020 lalu, aturan ini seharusnya sudah harus berlaku pada 24 Januari 2020, berdasarkan pasal 20 Pergub 66/2020.
Nah buat yang nekat mengabaikan aturan ini, setidaknya bakal menanggung 3 konsekuensi. Berikut jelasnya.
Tilang dan sanksi denda
Dalam pelaksanaannya nanti, akan ada pemeriksaan kepatuhan seperti tertera pada pasal 14. Ya istilahnya razia. Waktunya bisa 6 bulan sekali atau insidental sesuai kebutuhan.
Nah bagi yang tertangkap tak mematuhi aturan uji emisi, bisa kena tilang mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 285 dan 286.
Dendanya Rp 250.000 atau kurungan paling lama 1 bulan untuk sepeda motor. Kemudian mobil kena denda paling banyak Rp 500.000 serta penjara maksimal 1 bulan.
Bayar parkir lebih mahal
Masih dari aturan yang sama, kendaraan yang tak uji emisi akan dikenakan biaya parkir yang lebih mahal, ada di pasal 17.
Nantinya data kendaraan yang sudah melakukan uji emisi, akan terintegrasi dengan sistem perparkiran dan perpajakan. Jadi tak hanya dicatat dalam sistem elektronik saja lewat e-Ujiemisi.
"Tarif parkir yang tinggi termasuk bagi kendaraan yang tidak lolos emisi," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo di Gedung DPRD DKI yang dilansir dari Kumparan beberapa waktu lalu.
Susah urus STNK
Sebelumnya Gubernur DKI Anies Baswedan, mengutarakan semua kendaraan bermotor di DKI Jakarta mesti lolos uji emisi. Sebab, kalau tidak, pemilik akan sulit mengurus izin kendaraan bermotor.
"Bila tidak lolos uji emisi maka dia akan kesulitan melakukan perpanjangan izin kendaraan bermotor, STNK, bayar pajak, dan juga nanti mengenai parkir," ucap Anies.
Foto : Garasi.id