Belakangan ini masyarakat Jakarta tengah berbondong-bondong merasakan uji coba alat transportasi massal yaitu MRT. Kehadiran mass rapid transit ( MRT) Jakarta yang siap beroperasi akhir Maret 2019 ini, masih mendatangkan tanda tanya. Pasalnya, bila tidak dibarengi dengan langkah berupa penekanan penggunaan kendaraan pribadi, maka upaya mengurangi kemacetan di jalan Ibu Kota akan sia-sia.
Seperti diketahui, salah satu harapan hadirnya MRT adalah agar pengguna kendaraan pribadi bisa beralih menggunakan angkutan massal. Tujuannya agar bisa mengurangi volume kendaraan dan mencegah kemacetan terutama sepanjang koridor jalan yang dilaluinya.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek ( BPTJ) Bambang Prihartono, menjelaskan, bahwa integrasi antara MRT dengan feeder sebagai angkutan pengumpan merupakan kunci dan tidak bisa berdiri sendiri.
"Bila tidak tersedia layanan angkutan umum yang bersifat massal dan terintegrasi, kita khawatir stasiun MRT akan menjadi titik kemacetan, jangan sampai MRT yang diharapkan mengurai kemacetan justru jadi sumber kemacetan baru," ucap Bambang melansir dari laman Kompas.com, Jumat (15/3/2019).
Selain dari itu, Bambang menilai perlu juga kebijakan guna mendorong optimalisasi pembatasan kendaraan pribadi. Cara ini bisa ditempuh dengan mempercepat implementasi jalan berbayar atau electronic road pricing ( ERP).
Pemerintah Berlakukan Ganjil-Genap Sebelum ERP
Sebelumnya, Memasuki tahun 2019, Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali memperpanjang aturan pembatasan mobil pribadi melalui sistem ganjil-genap. Aturan ini banyak disambut baik oleh beberapa stakeholder guna menekan volume kendaraan di Ibu Kota.
Meski demikian, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas, menilai harusnya pembatasan kendaraan pribadi diterapkan secara permanen melalui sistem electronic road pricing ( ERP) bukan lagi sistem ganjil-genap.
"Belum ada tanda pembatasan kendaraan secara permanen. Lelang ERP yang ditargetkan selesai Oktober 2018, sampai sekarang belum ada tanda-tanda pengumuman dan saya meragukan apakah panitia lelang akan berani mengambil keputusan menentukan pemenang lelang calon pengelola ERP," ucap Darma seperti melansir laman Kompas.com, Jumat (4/1/2019).
Menurut Darma, bila panitia lelang tidak berani memutuskan pemenangnya, maka ERP tidak akan terimplementasikan. Artinya, kata dia, Jakarta tidak memiliki solusi alternatif mengenai pengaturan lalu lintas, utamanya pembatasan pengguna mobil pribadi secara permanen.
Namun bila memang hal tersebut ternyata belum siap dalam waktu dekat, Bambang berharap agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan kebijakan sistem ganjil genap sehari penuh layaknya saat Asian Games 2018 lalu.
"Seandainya ERP belum siap, pertimbangannya penerapan kembali ganjil-genap sehari penuh. Saat Asian games lalu sudah terbukti efektif bisa mengurai kemacetan di jalan arteri Jakarta, tapi saat diubah kembali pagi dan sore seperti sekarang, kamacetan justru kembali meningkat," kata Bambang.
Saat Asian Games 2018, Ganjil Genap Berlaku 1 Hari
Terkait pemberitaan, Jelang acara Asian Games di Jakarta pada Agustus 2018, paket kebijakan dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Salah satu yang digunakan adalah kebijakan ganjil genap.
Kebijakan ganjil genap yang sebelumnya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, diadopsi dan diperluas wilayahnya. Rencananya uji coba kebijakan ini akan dimulai pada 2 Juli hingga 31 Juli 2018 mendatang.
Langkah tersebut merupakan salah satu paket kebijakan yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan dalam memberikan pelayanan terbaik selama ajang Asean Games berlangsung.
Jadi, selama Asian Games, ganjil-genap diberlakukan setiap Senin-Minggu mulai pukul 06.00 WIB hingga 21.00 WIB atau selama 15 jam dalam satu harinya.
Foto : Garasi.id